Tuesday 25 March 2014

Jadi, Mengapa Tak Kita Mulai Kembali Hari-hari yang Sudah Kita Nanti?

            Bagaimana bisa seorang wanita paling aku cinta, menyebut dirinya bukan siapa siapa? Tam, sejatinya cinta merupakan hal yang sulit untuk terlaksana. Tidak semua orang bisa mencinta dengan sempurna. Cinta tentu perlu usaha, tak semata-mata mencinta kemudian terlaksana. Terima kasih untuk egomu, untuk pengakuanmu yang selama ini kau pendam dalam-dalam. Untuk pernyataan yang kau ungkapkan sesuai dengan kenyataan. Terima kasih telah membuatku terkesan.


            Sudah? Hahaha, jangan bercanda. Rindu adalah temanku sedari dulu. Berhenti berujar tentang rindu pastilah akan buatku tersedu. Kau tau, Tam? Rinduku tak pernah berubah. Sedari dulu sudah melulu tentang kamu. Kamu, kamu, kamu, dalam pikiranku. Laiknya anak-anak penyu, saat merindu ia telah tau kemana arah yang dituju, kamu.

            Hallo, maaf terlalu lama buatmu merindu. Seperti suratku yang lalu, aku terlalu malu untuk menghubungimu. Maafkan aku untuk itu. Tam, saat menerima surat pertamamu aku sedang dalam kesepian yang maha haru. Sama denganmu, suratmu itu bagai secercah harapan dalam kehidupan yang telah lama aku abaikan. Segala rindu yang kau ungkapkan, telah bangunkan aku dari cahaya kegelapan. Segera setelahnya, aku kembali menjadi Radian yang ceria dan bahagia. Ah, Tam. Siapalah aku selain pengagum nomor satumu yang terlalu malu ungkapkan rindu. Saat itu, tersedu merupakan langkah untuk lupakan rindu –pikirku. Namun aku salah, rindu buatku begitu gelisah. Hukum aku untuk kesalahanku itu. Seharusnya aku lebih berani untuk mengungkap rindu. Benar katamu, laki-laki mana yang bisa mengalahkan pesonaku? Hahaha. Tami, selepas kepergianmu…aku masih mencoba berdamai dengan masa lalu. Dengan harapan untuk lupakan kamu dan lekas cari penggantimu. Tak lama dari itu, kamu sudah dengan lelaki barumu dan aku masih bersama kenangan yang kau tinggalkan. Hati ini masih suci, belum terjamah wanita lain selain kamu yang ku restui. Tam, aku mencintaimu kini dan nanti.

            Kisahku kemarin, nona. Memang sudah seharusnya kau kenali. Karena kaulah pemeran utamanya. Jangan merasa tertekan, kenyataan memang kadang begitu mengejutkan. Tak kalah mengejutkan dengan kisah yang kau ceritakan. Tentang puan yang ternyata diam diam memendam. Tentang kamu yang sudah lama perhatikan aku. Bagaimana bisa? Maksudku, kenapa bisa sampai aku tak tau? Kamu? Aku? Tam, seharusnya ini sedari dulu. 

            Aku sudah mengenalmu sejak lama. Tentangmu yang mana yang aku tak tau? Baiklah, selain kisahmu yang lalu, -maksudku. Kau mau kisah lainnya, Tam? Duduklah dengan tenang. Aku dengan senang hati akan menceritakannya pelan-pelan. Ini lanjutan kisahku yang lalu. Kau pasti penasaran.

            Pernahkah kau rasakan debar yang entah bernama apa? Pernahkah kau merasa bahagia bersama seseorang yang entah karena apa? Pernahkah kau merasa nyaman dan betah berlama-lama yang jua tak kau tau kenapa? Aku pernah merasakannya. Dengan seseorang yang begitu pesona. Ini tentang kali pertama aku jatuh cinta. 

            Saat itu aku masih begitu lugu. Tiap kali debar terasa, aku tetap tak tau apa maknanya. Aku hanya merasa bahagia disamping sang wanita. Tak mau tersesat, aku bertanya pada kakakku yang paling dewasa. “kak, Radi suka degdegan kalo deket Tami. Kenapa,ya?” kakakku tak langsung menjawab. Ia diam untuk beberapa saat. Menatapku lekat-lekat seperti ada hal yang membuatnya tercekat. Aku dengan sabar menunggu jawabnya. Ia tersenyum, menuntunku untuk masuk ke ruang kesayangannya. “Radi, Tami itu cewek yang suka main sama kamu?” Katanya. Aku yang mengalami, dengan mudah melewati pertanyaan seputar Tami. “Iya, kak. Cewek yang ada waktu kaka jemput Radi” jawabku antusias. Ia mengelus kepalaku, benar benar sabar menghadapiku yang sedang dalam debar. “Kamu suka Tami, Di? Kalo cowok degdegan deket cewek biasanya cowok itu suka sama si cewek” lanjutnya menggurui. Mulai saat itu, aku menyimpulkan bahwa aku menyukai seorang wanita bernama Tami. Hampir setiap hari aku menceritakan tentang Tami kepada orang-orang yang ada. Bahkan ada satu buku berisi penuh Radi suka Tami

            Sempat aku tak kuat untuk memberitahumu tentang itu. Aku begitu antusias. Sangat bersemangat untuk mengetahui ekspresimu setelahnya. Kau ingat? Sepulang sekolah, saat langit sudah menggelambir. Saat senja tunjukan rona. Saat aku begitu larut dalam pesona. Kau duduk, terdiam seperti biasa. Aku menghampirimu, menyapamu dengan sapaan khas persahabatan. Berteriak dari kejauhan, hahaha. “Tam!!! Radi suka Tami!!!” namun kau tetap diam. Hanya menunjukan halismu yang saling bertautan. Aku semakin mendekat. Saling terdiam, menyimpan perasaan masing-masing rapat-rapat. Sejak saat itu, aku memutuskan untuk tetap diam menyimpan perasaan itu sendirian. Perasaan sederhana paling aku suka. Perasaan yang tak aku tau itu apa. Perasaan yang ada sejak belia, kini, dan selamanya.

            Itu sedikit dari awal cerita tentang kita. Selanjutnya mungkin kau tau sendiri. Seperti aku yang terus mengamati. Aku yang begitu rewel kala kau tak lagi bawel. Dan aku dalam kisah paling kau suka. Sial, kau mengetahuinya? Dan…kau merasa beruntung? Bukankah aku yang beruntung bisa mengagumimu? Tami, aku mencintaimu tanpa tapi. Tanpa kecuali. Tanpa alasan yang pasti, namun tentu akan aku pertanggung jawabkan dengan sepenuh hati. Kamu, sudah terpatri dalam memori 

            Tam, ada yang digilakan semesta kala ini. Aku dengan cintaku yang kau acuhkan seperti ini. Tam, ada yang dibuat resah pagi ini. Aku dengan gelisah indah tentang cinta kita yang sungguh memesona. Kemari, Tam. Dekap aku dalam dalam. Dengarkan setiap debar dalam dadaku yang terus berkobar-kobar. Amati, dengar dan cermati. Ada namamu dalam setiap degupnya. Ah, kau tau? Aku yang terlebih dahulu jatuh padamu. Pada setiap cakap sederhana. Sesederhana kita dalam bahagia. Kita dalam canda tawa. Kita yang lebih lama dari selamanya.

            Satu hal yang ingin kuberi tau. Cinta bukanlah perkara mudah. Bukan hanya perihal cinta, mencinta, dan bahagia. Ada nestapa didalamnya. Dulu, saat bersamamu pernah aku merasa begitu sendu. Menghubungipun aku tak mau. Bukan apa apa, tanpa kau sadari ada luka menganga yang kau tinggalkan begitu saja. 

           Baiklah, ini bagian paling aku benci. Saat kau pergi. Saat kau tak berfikir untuk kembali dengan anggapan aku tak akan peduli. Saat luka tercipta dari kamu yang meninggalkan cinta. Saat cinta dengan senang hati meninggalkan luka luka yang sulit untuk diabaikan. Saat aku harus merawat luka menganga dengan kesendirian yang begitu terasa. Saat kamu dengan lelaki barumu. Saat aku begitu cemburu. Saat cerahpun seolah kelabu. Saat aku bukanlah aku. Saat aku terperangkap kisah masa lalu yang tak ingin kubiarkan berlalu. Tentang kamu yang tak lagi milikku. Tentang nyeri tak terperi pada hati yang aku jaga selama ini. Tentang nyeri yang sangat sulit ku obati. 
  
          Ah, kau tau ketergantungan? Aku tenggelam didalamnya. Aku candu akan semua berita tentangmu. Haus akan segala kisah hidupmu yang seolah harus aku ketahui seutuhnya. Cemburu tentang apa-apa yang berhubungan denganmu, selain aku. Aku, cinta kamu. 

         Selviani Nurul Utami, kenapa masih juga bertanya? Jangan terkejut, aku salah satu makhluk tuhan paling setia. Seperti yang telah ku bilang beberapa saat yang lalu, selepas kepergianmu aku masih berkutat dengan kenangan-kenangan bersamamu. Jangankan wanita lain, sedetik saja lupa tentangmu-pun aku tak mampu. Apa-apa tentangku, pasti juga tentangmu. Aku mencintaimu dengan utuh, seluruh.  Jadi, mengapa tak kita mulai kembali hari-hari yang sudah kita nanti? 

P.S: Jaga diri baik-baik. Balas suratku dengan berita haru. Tentukan pilihan hatimu. Sungguh, sakit hatiku yang lalu bukan apa-apa jika kau kembali kepadaku...


                                                                                                                        Radian,
                                   Lelaki yang Enggan Tertinggal Satu Beritapun Tentangmu

2 comments: