Friday 14 March 2014

Kamu, Di?

            Bagaimana mungkin seorang kamu bisa sebegitu murung apabila lupa tentang aku, -yang bukan siapa siapa untukmu? Hahaha, cinta. Tak akan ada habisnya, bukan hanya perihal bersama. Terdengar sebegitu sederhana namun tak jua mudah untuk siap terlaksana. Cinta seperti itu sudah cinta tingkat peri, Di. Ikhlas memberi tanpa kembali diberi. Turut senang kala hati sebenarnya meradang sepi. Di, aku bukan insan dengan keikhlasan luar biasa seperti itu. Cinta untukku lebih pada egoku yang nomor satu. Pada mimpiku untuk membahagiakan kamu. Pada aku, dan kamu yang akhirnya kembali bersatu. Lebih lama dari selamanya.



            Cukuplah sudah, Di. Tak perlu lagi kau berujar kembali tentang rindu. Jangan ajari aku tentang itu.  Biarkan rinduku mandiri. Begitu juga rindumu. Kalaupun ia meluap, aku...dengan senang hati tenggelam didalamnya.  

            Hai, akhirnya kau datang, kemana saja kau selama ini? Bagai dalam kemarau panjang, kau jelmaan hujan yang menyejukkan. Rinduku yang begitu pesakitan kandas lepas hanya dengan surat pembukamu yang begitu memesona. Ah, di...jangankan upeti, hatikupun akan aku beri. By the way, bila memang kau merindu kenapa kau lebih memilih tersedu? Kau mabuk? Mengapa tak jua sadar? Mmm, maksudku..Radi, laki-laki mana yang bisa kalahkan pesonamu yang sungguh luar biasa itu? Sesempurna apapun dia, aku terlebih dahulu jatuh padamu. Setia pada satu namamu. Tenang saja, kau pemenangnya. Hahaha. Kecemasanmu yang Maha Dahsyat itu sungguh diluar nalar. Kau dengan pikirmu yang seperti itu, akupun dengan pikiranku yang mengira kamu sudah bahagia dengan wanita pilihanmu ~~~\o/ 

            Kisahmu kemarin, tuan. Tentang puan dan tuan yang sepertinya tidak asing. Seperti sudah lama kukenali. Sudah melekat dalam sanubari, aku sangat jumawa membacanya. Seolah akukan tau seperti apa akhirnya, namun ternyata salah. Kisahmu kemarin, buatku seakan akulah yang paling tertekan. Bersahabat dengan sang tuan, namun sama sekali tak menduga tentang kenyataan. Aku tau bahwa kau tau aku sangat menyukai kejutan. Tapi, ini…terlalu mengejutkan.  Sekarang, giliranku untuk memberi tahumu.

            Alkisah bertahun tahun silam, ada seorang nona yang begitu manja dengan pipi merah muda menggoda. Memakai poni untuk menutupi dahi. Berperawakan gempal, dengan tangan yang sering kali mengepal. Untuk ukuran wanita, aku sendiri masih bertanya-tanya. Dia wanita? ….katanya. Wanita itu, aku...kau tau?

            Satu ketika, ada seorang jejaka menghampirinya. Dengan senang hati ia membuka diri. "Radi" ujar jejaka itu sambil mengulurkan tangan. Sang wanitapun menjabat tangan si lelaki. Gigil dingin merambat, laun laun hangat terasa saking lamanya mereka berjabat. "Tami" lanjut sang wanita. Mereka pun akhirnya bersahabat. Sangat dekat, eratlah erat.

            Seiring berjalannya waktu, Tami kala itu sudah tau banyak tentang kamu. Cara bicaramu, aroma tubuhmu, semuanya. Dia sangat mengagumimu -sebenarnya. Apalagi saat kamu bercerita. Kalau dalam tanda baca, jangankan titik..spasipun kamu tak ada. Hahaha. Tak sadarkah seberapa cerewetnya kau saat itu? Aku bahkan sempat bingung, kau ini lelaki atau bukan. Untuk ukuran kata yang kau keluarkan setiap harinya, menurutku kau layak menyandang gelar wanita. Ah, Di. Bagaimanapun kamu, aku sudah terlebih dulu jatuh padamu.

            Perlu kau tau, Di. Dalam kondisi apapun, sang lelaki selalu berhasil membuat puannya bergembira. "Kalau cemberut, nanti kamu keriput" ingatkah? Kata-kata yang tak mungkin ku lupa. Namun tak berhasil kucoba kala sang lelaki dekat dengan semua wanita yang ada. Bukan salah sang lelaki memang, puan mana yang tak nyaman berada didekatnya? Dia begitu ramah, marahpun tak pernah. Siapalah Tami, hanya seorang hamba yang diam diam mengagumi. Honestly, that is the first time I miss you already. Tami dengan segala kekurangannya, mulai jatuh cinta. Sayangnya, dalam rahasia hatinya sendiri. Rahasia terdalam seorang wanita yang diam-diam mengagumi. Fyi

            Dari kisahmu kemarin, aku baru mengetahui banyak hal. Kamu sudah menaruh hati sejak awal rupanya. Memang, jarang sekali ada lelaki yang lebas bebas dari perekat cinta Tami yang maha mulia. Kau salah satu yang terjebak. Namun perlu kau tau, Di. Aku sama sepertimu. Tapi hanya bisa berdiam diri, mengubur perasaan itu sendiri.

            Ingat saat kita saling bertanya, di? Pada sore hari, tak lama setelah matahari meninggi. Pertanyaan sederhana terlontar begitu saja, dengan suaramu yang sedikit bergetar kau berujar "Kamu tau cinta, Tam?" Pertanyaan yang terlampau dewasa pada usia yang sebegitu muda. "Nggak, Di. Cinta itu buat orang dewasa. Kita masih kecil jangan cinta-cintaan. Nanti hamil" ujarku kemudian. Kau diam, terus menatapku dalam dalam. Hingga aku yang balik bertanya "Menurutmu cinta seperti apa, Di?" hening, kau menarik nafas sejenak. Raut pikirmu sungguh buatku terbelenggu. Mengapa kau begitu tampan? Hidungmu, rahangmu, tulang pipimu. Di, aku mencintaimu dengan segala detail seperti kamu apa adanya. Tanpa karena.

            "Cinta sepertinya suatu hal yang menyenangkan, Tam. Aku pribadi tercipta dari cinta dan rindu ayah dan ibu yang menggebu. Seperti itu, kan?" ujarmu ingin aku iya-kan. Lagi-lagi hening. Aku masih berusaha mencerna kata-katamu yang membuat otakku sedikit linu. Setelah sekian lama, “iya” jawabku akhirnya. “Lalu, dengan siapa kau ingin mengawali kisah cintamu, Tam?” lanjutmu tak puas. Aku menggeleng. Raut wajahmu berubah, kau kecewa, ya? Kamu saat itu begitu sulit aku artikan. Senyummu simpul, diammu kelabu. Aku tak tau. Salah berkata-kah? Akhirnya aku bertanya untuk akhiri semua sepi yang diam diam mengikuti kemana arah pembicaraan kita pergi. “kalau kamu, Di?”

            Berbeda dengan aku, kamu begitu fasih menjawab semua pertanyaan yang aku ajukan. “Dengan wanita yang aku cintai, yang akan aku jaga sampai mati. Dengan wanita yang begitu mampu buatku terpaku. Dengan dia yang akan jadi Ma’mum-ku selamanya” aku mengerenyut, bagaimana bisa? Kau sudah mulai menyukai wanita, ya? Cemburu jelas tercium dari segala aroma debarku saat itu.

            Kau ingat itu, Di? Sengaja aku ceritakan kembali karena aku ingin kau kembali memberiku definisi. Itu dulu, sekarang? MasyaAllah, maaf aku terlalu bertele-tele. Di, aku hanya ingin tau. Siapakah wanita yang kau maksud itu? Sosok yang sama dengan kisahmu kemarin? Atau wanita lain yang sejak dulu ingin kau persunting?

            Bicara tentang saat bahagia mana bersamamu, tentu aku suka semua hal yang telah kita lakukan. Tapi bila kau memaksa, baiklah. Akan aku ceritakan saat mana yang paling aku suka. Di, aku pernah merasa jadi wanita yang sangat beruntung. Sangat beruntung. Ku ulangi sekali lagi, sangat beruntung. Bahagiaku pecah saat itu. Aku….bahagia. Saat itu, -tak perlu aku deskripsikan kapan. Pernah ada satu pria yang menerorku lewat kiriman-kiriman berharga. Surat cinta, bunga, boneka, semuanya. Hampir semuanya warna merah muda. Aku dengan sosok wanitaku yang tersembunyi sudah lama bertinggi hati. Apalagi melihat raut teman-teman yang begitu iri. Lama kelamaan, aku penasaran. Datanglah aku pada pagi yang begitu beku. Siap untuk tau pria mana yang selama ini mengirimiku sesuatu. Untuk melengkapi rencanaku, bersembunyilah aku dibalik bangku. Lalu dengan sabar aku menunggu. Kau tau? Aku melihat sosokmu kala itu. Jelas aku terkejut. Kamu? Radi? Radian? Radian Aditama? Adit? Ian? Ah, siapapun itu…aku menemukan sosokmu. Kau tau, Di? Aku bahagia sekali.

            Kalau begitu, kenangan denganku yang mana yang buatmu begitu pilu? Jangan kaget, aku tak akan memberimu pertanyaan tentang denganku yang mana yang paling kau suka. Karena sejatinya, bersamaku pasti kau suka ^^


PS: Jaga kesehatanmu, balas suratku segera. Baik-baik disana




Tami,

Puan yang Mengagumimu Diam-Diam

No comments:

Post a Comment