Wednesday 14 May 2014

Radi, Kemari

           Radian Aditama, sampai kapan kau akan terus melukiskan lengkung -yang katanya paling kau suka dalam wajahku? tak bisakah sebentar saja kau biarkan aku dalam keterpurukan nestapa? Ah, maksudku....mengapa kau pandai sekali membuatku bahagia seperti ini? Baiklah, setelah beberapa surat kemarin, kau sudah banyak memberitahuku kalau kau teramat tau persoalan cinta, kan? Coba jawab pertanyaanku, menurutmu...apa bisa seorang pria berteman dengan wanita dengan waktu yang begitu lama, lantas merasa biasa saja? hahaha, jawab dengan sungguh-sungguh aku akan dengan senang hati menanggapi. Oiya, terima kasih juga menyebutku wanita paling engkau cinta ^^
     
           O, Tuan...jika berhenti berujar tentang rindu pasti membuatmu tersedu, mengapa tak kau rindui aku selalu? pun aku kepadamu. Rindu tak seharusnya diabaikan, Tuan. Jika benar katamu yang selalu rindu apa apa tentang diriku, mengungkapkannya mungkin akan membantumu. Jangan dipendam. Aku akan senang menyambut rindu-rindumu yang tak berkesudahan.
          
            Hai, maaf juga terlalu lama buatmu menunggu. Aku terlalu larut dalam perihal kehidupan yang tentu saja tak bisa aku abaikan. Bukan maksudku untuk membuatmu dalam pengabaian, Tuan. Semoga kau berbaik hati memaklumi. Di, lagi-lagi kau membanggakan dirimu sendiri. Seolah kau yang paling mencinta. Kemari, tatap mataku lekat-lekat. Apa yang kau lihat? Asal kamu tau, yang sedang kau lihat dalam mataku itu, pria yang akan aku berikan cinta tiada hingga. Aku yang mencintaimu lebih dulu. By the way, sepertinya kau harus lebih belajar memaknai dirimu sendiri. Hatimu tersakiti oleh rasa cemburumu yang nomor satu. Dengan siapapun aku saat itu, aku telah dibutakan oleh semua angan tentangmu. Jangan kira aku bahagia dengan pria manapun aku bersama. Setelah denganmu, sulit sekali untuk menganggap seorang pria cukup tangguh untuk menjagaku dengan sungguh. Sekedar informasi untuk  menambah referensimu tentang wanita, mereka tak mudah luluh pada sembarang pria. Contohnya aku. Aku jatuh luluh hanya dalam satu namamu.

            Benar, ada banyak hal tersirat yang tidak bisa kau ketahui hanya dengan sekedar berbagi. Ada sekat diantaranya. Mungkin ini yang namanya rahasia, hahaha. Dan setelah sekat itu tiada, aku membaginya denganmu secara cuma-cuma. Ini perihal kepercayaan. Suatu hal sakral yang tak bisa dengan mudah kau dapatkan. Termasuk tentang kau dan aku saat itu. Kita memang berhubungan baik, tapi belum cukup untuk berbagi hingga tiada lagi. Masih dalam tahap kamu-cerita-aku-juga-sama. Sedangkan tak ada yang cukup berani untuk memulai. Disinilah Tuhan sang perencana menyusun segenap skenario agar indah nantinya. Mengungkap apa-apa yang aku sembunyikan, pun dirimu hingga akhirnya kita sama-sama tau. Sama-sama mampu untuk sekedar berucap aku cinta kamu.
           
             Akupun sudah mengenalmu sejak lama. Tanya aku tentang apa-apa yang berhubungan denganmu. Aku akan dengan fasih menjawab sesaat setelahnya. Radian, kisahmu!!!! Ah, kau berhasil lagi menciptakan lengkung paling engkau suka. Sekarang giliranmu. Duduklah dengan diam. Aku akan senang hati menceritakan. 
          
            Pernahkah kau menduga bagaimana hari-hari wanita? Pernahkah kau tau bagaimana mereka bahagia? Pernahkah kau terdiam hanya untuk menahan debar yang sudah jelas diperuntukan untuk siapa? Aku berani bertaruh, kau pasti tak tau. Diam dan dengarkan, ini ilmu berharga untuk sekedar tau tentang wanita -terutama aku.

            Pernah suatu hari dalam masa laluku, aku merasa begitu sendu hanya karena satu hal yang mampu buatku menggerutu. Pernah aku merasa begitu bahagia hanya karena sapaan "hai" dari seorang pria. Merasa begitu nestapa hanya untuk suatu hal sederhana. Kau tau kenapa? karena wanita itu perasa. Wanita itu berbeda. Apa yang kata pria itu biasa, mungkin akan jadi perihal yang membuat wanita ceria selama ia mampu mengingatnya. Apa yang kata pria itu sederhana, bisa jadi hal kompleks yang tak bisa dijelaskan dengan kata. 

           Sama sepertimu, aku wanita lugu paling lucu. Entah bagaimana, aku rasa pertumbuhanku terhambat. Saat teman-temanku lekas bermalam minggu, aku masih sibuk mengolah setiap kata yang ambigu. Saat wanita lain mempercantik diri, aku sibuk membuat mie. Saat teman-teman jatuh cinta sudah, aku masih bermain ludah. Dan saat teman-temanku sudah bersibuk-sibuk dengan pasangannya, aku masih belum tau apa rasanya jatuh cinta -sebelum bertemu denganmu, tentunya.

          Kau tau? lebih buruk darimu, aku bertanya pada seorang teman yang akhirnya merendahkan. Wajar, mungkin ia heran masih ada yang sendirian pada zaman kekinian. Mona, kau mengenalnya. Temanku yang setia memperhatikan kita dari jauh. Mona hampir tau tentang semuanya. Bahkan dia yang pertama kali tau, aku cinta kamu. Dia yang pertama kali tau arus wajahku saat cemburu jika ada wanita yang mendekatimu -selain aku. Dia juga yang pertama kali menafsirkan aku jatuh pada satu namamu. 

         Sore itu aku dan Mona sedang asik menggilir bola diatas tanah lapang yang tandus. "Mon, kamu pernah jatuh cinta?" tanyaku sekenanya. "Sedang" jawabnya singkat. Ia memang tak terlalu banyak bicara. Cenderung pendiam jika kau belum lama mengenalnya. "Gimana, sih rasanya?" jawabku kilat. Mona terdiam cukup lama, masih menyibukkan diri dengan freestylenya dalam mengkebat-kebitkan bola diatas dua kaki anugrah ilahi. "MONA!!!" cecarku sesudahnya. Ia terhenyak. Menunduk lalu memungut teman bundarnya dan duduk segera setelahnya. Mimiknya tak menunjukan ia sedang bercanda. Aku terus menatapnya, menunggu seucap jawab atas tanyaku penasaran. Dia masih diam. Dan...."ya...gitu aja" katanya sambil menyeringai, tau benar aku akan mencubit lengannya karena ia buat gemas.

            Giliranku yang diam, kesal telah ia buat menunggu untuk pertanyaan yang buatku begitu penasaran. "Kamu lagi jatuh cinta, Tam?" Tanyanya merasa bersalah. Aku diam. Lantas menatapnya dengan angkuh. "Akukan nggak tau rasanya, Mon. Makanya aku nanya" lanjutku ketus. Mona menatapku, ah saat itu begitu drama bila dibayangkan kembali, Di. Mona yang menatapku, desir angin yang menemani aku dan Mona. Dan kau tau apa? "Kamu seneng deket Radi? kehilangan kalo dia nggak ada?" kata Mona. Aku diam, tapi dalam hati mengiyakan. "Udah, Tam. Ga perlu panjang lebar. Kamu suka sama Radian. Mata kamu ga bisa bohongin sahabatmu ini" lanjutnya. Aku tetap diam, tapi menyungging senyum paling dalam. "Aku seneng banget, Tam! Ternyata sahabatku normal" kami berdua terkekeh. Sejak saat itu, aku siap menjawab Tami juga suka Radi atas pernyataan yang kau tinggalkan sehari sebelumnya. Namun sial, aku tak jua mendengarnya.

            Akupun sempat ingin memberitahumu tentang itu. Tepat di tempat paling strategis untuk menambah wawasan secara cuma-cuma. Toga Mas. Ingat? saat kita mencoba deretan pulpen walaupun tak berniat untuk membeli. Kita memang sejoli penghuni toko yang ramai dikerumuni. Siapa yang tak mengenal kita? Satpam tempat itu saja sudah kau anggap Kakak, kan? Itu cukup untuk menggambarkan seberapa sering kita melakukan ajang pembangkean disana. Biarku tebak, kamu pasti tak sadar bagaimana aku mengungkapkan. Tenanglah, Tuan. Tetap duduk dengan diam. Simak dan dengarkan.

            Kamu mempersilakan aku mencoba deretan pulpen di etalase. Kau memberiku pulpen merah muda. Kalau kau peka, kau akan perhatikan aku yang menggambar hati dengan jemariku sendiri. Dengan inisial R dan T di setiap sisinya. Mungkin kau tak menyadari. Karena setelah selesai aku menemukanmu sedang bergumul dengan kumpulan ilmu. Siapalah aku jika kau sudah bertemu dengan buku. Aku hanya wanita yang gemar memperhatikanmu dengan malu. Menahan debar dengan sabar. Menikmati setiap gerak-gerik kamu calon laki-lakiku.

            Tuan, aku yang mencintai kamu lebih dulu. Jatuh pada rona indah wajahmu. Kau tampan, menawan. Aku suka apa-apa yang kau suka. Terlebih pada senyummu yang menggoda itu. Lengkung yang membuatku candu. O, tuan. Tawari aku opsi-opsi kebahagiaan. Aku akan tetap memilih kamu. Karena kamu, bahagiaku. 

           Maaf untuk luka yang aku tinggalkan begitu saja. Bukan maksudku untuk buatmu terluka, terlebih lagi nestapa. Ah, pertanyaan itu lagi. Aku ragu, Di. Aku takut melukaimu lagi. Aku takut mengecewakanmu lagi. Dan aku takut ada perpisahan lagi. Aku takut. Takut.  

           Radi, kemari. Aku mencintai kamu dengan utuh, seluruh. Tidak ada satupun alasan yang bisa membuatku menolak kamu menjadi satu untukku. Pun aku untukmu. Aku mencintaimu dengan sempurna. Tapi izinkan aku untuk sekedar bertanya. Apa alasanmu tetap bertahan dengan aku -yang sudah menyakitimu?

                                                                                                                       

P.S: aku menyelipkan fotoku bersama gelebung ludah sebagai bukti perkataanku tadi. 


-   Tami  -
Wanita yang Mencintaimu Setulus Hati


12 comments:

  1. ciaaa tami :D
    sepertinya aku sedang jatuh cinta

    ReplyDelete
    Replies
    1. kan aku yang posting, kenapa kamu yang jatuh cinta ._.

      Delete
  2. speechless gue liat penutupnya :D

    ReplyDelete
  3. Kata2nya ganyante ah, romantis gitu aaaih.

    ReplyDelete
    Replies
    1. ah, masa sih? definisi romantis kamu salah kali ~~~\o/

      Delete
  4. itu, foto penutupnya... (?)

    udah dimention link postingannya ke orangnya?

    ReplyDelete
    Replies
    1. ah, itu foto paling seksi :))

      kamu pengunjung baru, ya? coba buka posting terdahulu. Ini berbalas email -sebenarnya. Nggak perlu dimentionpun email aku udah masuk emailnya ^^

      terima kasih sudah baca :D

      Delete
  5. penutupnya ga nahan ya ngoahaha.

    Nice Article!

    ReplyDelete